Blogger Widgets TRADISI ISLAM: Maret 2016

Minimal Design

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it ...

Easy to use theme’s admin panel

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it ...

Featured posts

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it ...

Hello, I am Vk bhardwaj and i do awsome Blogger Template Designs for your blog, download templates at Www.BestTheme.Net. Thanks A Lot

Archive for Maret 2016

TRADISI SEKATEN

Di Yogyakarta, terdapat sebuah tradisi adat yang dikenal dengan Sekaten. Sekaten biasanya juga dikenal dengan Pasar Malam Sekaten. Ini disebabkan karena sebelum upacara Sekaten digelar, selalu diadakan pasar malam yang berlangsung satu bulan penuh. Tradisi Sekaten ini sudah dilakukan sejak abad 16 Tradisi ini diadakan setahun sekali yakni di bulan Maulud atau bulan ketiga dalam perhitungan kalender Jawa. Lokasi yang digunakan untuk menggelar acara Sekaten ini adalah di pelataran alun-alun utara Yogykarta.
upacara adat sekaten
Istilah Sekaten sendiri berkembang dari beberapa versi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa istilah ini diambil dari nama perangkat pusaka Kraton Yogyakarta. Pusaka tersebut berupa gamelan bernama Kanjeng Kyai Sekati. Gamelan ini selalu digunakan dalam acara Maulud Nabi Muhammad. Sementara itu, pendapat lain ada mengungkapkan bahwa Sekaten disadur dari kata suka yang berarti senang dan ati yang berarti hati sehingga dapat diartikan sebagai senang hati. Ini disebabkan karena orang-orang yang menyambut perayaan Maulud sedang berbahagia dan bersyukur dalam perayaan tersebut.
Tradisi Sekaten dipercaya sebagai perpaduan antara seni dan dakwah. Pada saat agama Islam mulai masuk ke Jawa, Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu anggota Wali Songo menggunakan kesenian gamelan (alat musik tradisional Jawa) untuk menarik masyarakat agar datang menikmati pagelaran tersebut. Kesenian tersebut menggunakan gamelan yang dinamai Kyai Kanjeng Sekati. Kesenian ini tidak hanya menampilkan pertunjukkan gamelan saja tetapi juga dilakukan pembacaan ayat Al-Qur’an dan khotbah di tengah-tengah acara. Bagi masyarakat yang ingin masuk Islam, mereka wajib mengucapkan Syahadat yang menunjukkan ketaatan terhadap ajaran agama. Bagi masyarakat Yogyakarta, muncul kepercayaan bahwa orang-orang merayakan kelahiran Nabi Muhammad akan mendapatkan pahala dan awet muda.Namun sebagai persyaratan, mereka wajib mengunyah sirih di depan Masjid Agung, khususnya pada saat hari pertama Sekaten dimulai.
Oleh sebab itu, selama Sekaten banyak sekali orang yang berjualan sirih lengkap ramuan lainnya. Selain itu ada pula penjual-penjual nasi gurih dan lauk pauknya di depan Masjid Agung atau halaman Kemandungan, Alun-Alun Utara. Dalam perayaan ini para petani biasanya juga memohon agar panennya berhasil. Untuk memperkuat tekadnya, mereka juga membeli cambuk dari para penjual yang berjualan di sini.
Sebelum Sekaten dimulai, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan terlebih dahulu. Persiapan tersebut meliputi fisik dan persiapan batin. Persiapan fisik antara lain adalah alat-alat dan perlengkapan yang akan digunakan untuk upacara Sekaten yakni Gendhing Sekaten, Gamelan Sekaten, bunga kanthil, sejumlah uang logam, samir niyaga, busana seragam, dan naskah riwayat Maulud.
Gamelan yang digunakan untuk Sekaten merupakan benda pusaka milik Kraton yang bernama Kyai Kanjeng Sekati dalam 2 rancak, Kyai Kanjeng Guntur Madu, dan Kyai Kanjeng Nogowilogo. Gamelan Sekaten ini dibuat langsung oleh Sunan Giri. Alat pemukulnya terbuat dari tanduk kerbau atau tanduk lembu. Pemukulnya harus diangkat sampai setinggi dahi sebelum dipukulkan pada gamelan. Sementara itu, Gendhing Sekaten merupakan serangkaian gendhing atau lagu yang akan digunakan antara lain Rangkung pathet lima, Rambu pathet lima, Rendheng pathet lima, Gliyung pathet nem, Atur-atur pathet nem, Lunggadhung pelog pathet lima, dll.
Pada persiapan batin, abdi dalem yang akan terlibat dalam Tradisi Sekaten harus menyiapkan batin dan mental untuk menjalankan amanat tersebut. Para abdi yang ditugaskan untuk memukul gamelan harus menyucikan diri dengan melakukan siram jamas dan berpuasa. Perayaan Sekaten mulai tanggal 6 Maulud ketika Kyai Kanjeng Sekati diboyong dari persemayamannya. Kyai Kanjeng Nogowilogo dipindahkan ke Bangsal Trajumas sednagkan Kyai Kanjeng Guntur Madu diletakkan ke Bangsal Srimanganti. Pada tanggal 11 Maulud, Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk mengikuti upacara Maulud Nabi Muhammad SAW. Setelah upacara selesai, perangkat gamelan Sekaten dibawa kembali ke Kraton. Pemindahan ini sekaligus menjadi tanda berakhirnya upacara Sekaten.

read more

10 Masjid Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia

Indonesia yang memiliki ribuan pulau dan bermacam-macam suku bangsa banyak memiliki sejarah kebudayaan. Salah satunya adalah sejarah kebudayaan islam dan peninggalannya. Dahulu banyak terdapat kerajaan-kerajaan islam yang ada di Indonesia dan meninggalkan bangungan-bangungan bersejarah antara lainnya adalah bangungan masjid.
Seperti dilansir Triptrus.com berikut 10 masjid peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

1. Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Masjid Raya Baiturrahman AcehMasjid bersejarah ini dibangung oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa masjid ini dibangun di tahun 1292 oleh Sultain Alaidin Mahmudsyah. Masji ini pernah di hancurkan oleh Belanda di tahun 1873, namun akhirnya Belanda memutuskan untuk membangun kembali masjid ini di tahun 1877. Itu dilakukan sebagai permintaan maaf atas dirusaknya bangunan masjid yang lama. Pembangunan kembali masjid baru mulai dilaksanakan pada tahun 1879. Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1883 dan tetap berdiri hingga sekarang. Dan yang uniknya masjid ini tetap utuh pada saat terjadinya bencana Tsunami di tahun 2004 dan menjadi tempat pengungsian pada waktu itu.
2. Masjid Raya Medan
Masjid Raya Medan
Masjid yang dibangun pada tahun 1906 ini juga dikenal dengan nama Masjid Al-Mashun. Pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1909 oleh Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam. Masjid ini begitu megah karena disengaja oleh Sultan. Beliau menjadikan masjid ini harus lebih megah dari istananya yaitu Istana Maimun.
Bahan bangunan dan rancangan masjid ini diimpor dari luar negeri, seperti marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia dan Jerman, dan kaca patri dari Cina, dan lampu gantung dari Prancis. Arsitek Belanda yang merancang masjid ini, JA Tingdeman merancang bangunan ini dengan corak bangunan Maroko, Eropa, Melayu, dan Timur Tengah.

3. Masjid Raya Ganting Padang
Masjid Raya Ganting Padang
Menurut sejarah pembangunan masjid ini pada tahun 1700. Dan bangunannya telah beberapa kali dipindahkan sampai pada akhirnya berada di daerah Ganting, kota Padang, Sumatra Barat mulai tahun 1805.
Model atap masjid ini berbentuk persegi delapan dan dibuat oleh para pekerja etnis Cina yang dahulu membantu mengembangkan bangunan ini, setelah Belanda menambahkan bangunan masjid ini sebagai kompensasi digunakannya tanah wakaf untuk jalur transportasi pabrik semen Indarung ke Pelabuhan Teluk Bayur. Sama dengan masjid baiturahman yang ada di Aceh, masjid ini juga tetap kokoh saat dilanda gempa dan Tsunami di tahun 1833. Masji ini juga pernah menjadi tempat pengungsian Presiden Pertama Indonesia, Bung Karno sebelum diasingkan ke Bengkulu di tahun 1942.

4. Masjid Istiqlal Jakarta
Masjid Istiqlal Jakarta
Masjid istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunannya diprakarsai oleh Bung Karno pada tahun 1951 dengan rancangan arsiteki Frederich Silaban. Pembangungan baru mulai pada tahun 1961 dan merampungkan pembangunannya pada tahun 1978. Nama masjid ini diambil dari bahasa Arab yang berarti “Kemerdekaan.”
Saat ini masjid negara Indonesia ini menjadi pusat perayaan berbagai acara agama umat Muslim seperti Iedul Fitri, Iedul Adha, Maulid Nabi Muhammad, dan Isra’ Mi’raj. Kapasitas penampungan masjid ini dapat menampung hingga 200 ribu jamaah dari satu lantai dasar dan lima lantai di atasnya. Masjid Istiqlal dibangun di atas bekas reruntuhan benteng Prins Frederik benteng milik penjajah belanda yang didirikan di tahun 1873.



5. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten
Masjid ini dibangun dengan karya tangan arsitek Cina bernama Tjek Ban Tjut pada masa pemerintahan sultan pertama dari Kesultanan Banten, Sultan Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati di tahun 1560. Atap bangunan masjid ini menyerupai pagoda.
Untuk menara masjid yang tingginya 24 meter itu dibangun oleh arsitek Belanda Hendrik Lucasz Cardeel. Menara tersebut berada di sisi timur dan menjadi tempat wisata karena keunikan bentuk bangunannya. Cardeel juga membangun bangunan khusus di sisi selatan masjid yang dulu digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan berdiskusi. Selain itu di sisi utara dan selatan masjid ini terdapat makam kuno para sultan Banten dan keluarganya 

6. Masjid Agung Cirebon
 Masjid Agung Cirebon
Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Agung Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Pembangunannya diprakarsai oleh Sunan Gunung Jati dan dengan karya arsitek Sunan Gunung Kalijaga. Pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1480 yang pada masa itu adalah masa penyebaran agama Islam oleh para Wali Songo.
Masjid Agung beada di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat. Uniknya masjid ini mempunyai sembilan pintu untuk masuk ke ruangan utama. Sembilan pintu tersebut melambangkan kesembilan Wali Songo. Selain itu masjid Agung Cirebon juga dikenal dengan nama Masjid Sunan Gunung Jati.

7. Masjid Menara Kudus
Masjid Menara Kudus
Sesuai dengan namanya masjid ini dibangun oleh salah satu Wali Songo yaitu Sunan Kudus tahun 1549 di kota Kudus. Batu pertama pembangunannya batu yang berasal dari Baitul Maqdis, dari Palestina. Bentuk menara yang mirip dengan bentuk candi ini menunjukkan percampuran pengaruh kebudayaan agama Hindu dan Budha. Ini merupakan cara Sunan Kudus menyampaikan ajaran agama Islam kepada penganut agama Hindu dan Budha pada masa itu agar lebih mudah untuk diterima. Uniknya lagi menara masjid ini dibangun tanpa menggunakan semen sebagai perekatnya dan juga dihiasi oleh 32 piring biru yang berhiaskan lukisan.

8. Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak
Pendirian masjid ini dilakukan oleh Raden Patah yang merupakan raja pertama dari Kesultanan Demak, beserta para Wali Songo di tahun 1466 dan pembangunannya selesai tahun 1479. Bangunan induk masjid ini ditopang oleh empat tiang utama yang bernama saka guru. Uniknya, salah satu dari tiang utama tersebut terbuat dari serpihan kayu, dan dinamakan saka latal.
Di bagian samping masjid ini terdapat Museum Masjid Agung Demak. Museum tersebut menampilkan berbagai koleksi unik masjid yang bersejarah, seperti beduk dan kentongan yang dibuat oleh Wali Songo, kitab tafsir Al-Qur’an Jus 15-30 tulisan tangan Sunan Bonang, sepotong kayu dari saka latal yang diambil oleh Sunan Kalijaga, dan lain sebagainya.

9. Masjid Sunan Ampel
10 Masjid Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia
Masjid bersejarah ini juga dibangun oleh salah satu Wali Songo yaitu Sunan Ampel di tahun 1421. Beliau bersama dua sahabatnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji yang mendirikan Masjid Ampel. Luas bangunan kurang lebih 2 km persegi. Memiliki keunikan berupa 16 tiang kayu setinggi 17 meter dengan diameter 60 cm. Tiang-tiang dari kayu jati itu tidak terbuat dari sambungan kayu dan sampai sekarang tidak diketahui bagaimana cara mendirikan tiang tersebut.
Sampai saat ini kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, lokasi Masjid Sunan Ampel, tiap harinya dipenuhi oleh wisatawan yang berziarah ke makam Sunan Ampel yang berada di sekitar halaman masjid. Selain itu di kompleks pemakaman masjid itu juga terdapat makam salah satu pahlawan nasional, KH Mas Mansyur.

10. Masjid Kotagede Yogyakarta
Masjid Kotagede Yogyakarta
Masjid Kotagede adalah masjid bersejarah dan tertua di Yogyakarta. Didirikan oleh Sultan Agung, Raja kerajaan Mataram, pada tahun 1640. Pembangunan masjid ini ini dikerjakan dengan bergotong-royong melibatkan pekerja beragama Hindu dan Budha, sehingga arsitektur bangunan masjid ini terlihat pengaruh bangunan Hindu dan Budha. Awalnya, Masjid Kotagede hanya seluas 100 meter persegi, namun Paku Buwono X memperluas bangunan masjid ini hinga mencapai 1.000 meter persegi. Uniknya di bulan Ramadhan di Masjid ini sholat tarawih dilakukan pada saat jam 24.00.
Itulah 10 peninggalan masjid bersejarah yang ada di Indonesia. Semoga bermanfaat.

 Indonesia yang memiliki ribuan pulau dan bermacam-macam suku bangsa banyak memiliki sejarah kebudayaan. Salah satunya adalah sejarah kebudayaan islam dan peninggalannya. Dahulu banyak terdapat kerajaan-kerajaan islam yang ada di Indonesia dan meninggalkan bangungan-bangungan bersejarah antara lainnya adalah bangungan masjid.
Seperti dilansir Triptrus.com berikut 10 masjid peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

1. Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Masjid Raya Baiturrahman AcehMasjid bersejarah ini dibangung oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa masjid ini dibangun di tahun 1292 oleh Sultain Alaidin Mahmudsyah. Masji ini pernah di hancurkan oleh Belanda di tahun 1873, namun akhirnya Belanda memutuskan untuk membangun kembali masjid ini di tahun 1877. Itu dilakukan sebagai permintaan maaf atas dirusaknya bangunan masjid yang lama. Pembangunan kembali masjid baru mulai dilaksanakan pada tahun 1879. Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1883 dan tetap berdiri hingga sekarang. Dan yang uniknya masjid ini tetap utuh pada saat terjadinya bencana Tsunami di tahun 2004 dan menjadi tempat pengungsian pada waktu itu.
2. Masjid Raya Medan
Masjid Raya Medan
Masjid yang dibangun pada tahun 1906 ini juga dikenal dengan nama Masjid Al-Mashun. Pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1909 oleh Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam. Masjid ini begitu megah karena disengaja oleh Sultan. Beliau menjadikan masjid ini harus lebih megah dari istananya yaitu Istana Maimun.
Bahan bangunan dan rancangan masjid ini diimpor dari luar negeri, seperti marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia dan Jerman, dan kaca patri dari Cina, dan lampu gantung dari Prancis. Arsitek Belanda yang merancang masjid ini, JA Tingdeman merancang bangunan ini dengan corak bangunan Maroko, Eropa, Melayu, dan Timur Tengah.

3. Masjid Raya Ganting Padang
Masjid Raya Ganting Padang
Menurut sejarah pembangunan masjid ini pada tahun 1700. Dan bangunannya telah beberapa kali dipindahkan sampai pada akhirnya berada di daerah Ganting, kota Padang, Sumatra Barat mulai tahun 1805.
Model atap masjid ini berbentuk persegi delapan dan dibuat oleh para pekerja etnis Cina yang dahulu membantu mengembangkan bangunan ini, setelah Belanda menambahkan bangunan masjid ini sebagai kompensasi digunakannya tanah wakaf untuk jalur transportasi pabrik semen Indarung ke Pelabuhan Teluk Bayur. Sama dengan masjid baiturahman yang ada di Aceh, masjid ini juga tetap kokoh saat dilanda gempa dan Tsunami di tahun 1833. Masji ini juga pernah menjadi tempat pengungsian Presiden Pertama Indonesia, Bung Karno sebelum diasingkan ke Bengkulu di tahun 1942.

4. Masjid Istiqlal Jakarta
Masjid Istiqlal Jakarta
Masjid istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunannya diprakarsai oleh Bung Karno pada tahun 1951 dengan rancangan arsiteki Frederich Silaban. Pembangungan baru mulai pada tahun 1961 dan merampungkan pembangunannya pada tahun 1978. Nama masjid ini diambil dari bahasa Arab yang berarti “Kemerdekaan.”
Saat ini masjid negara Indonesia ini menjadi pusat perayaan berbagai acara agama umat Muslim seperti Iedul Fitri, Iedul Adha, Maulid Nabi Muhammad, dan Isra’ Mi’raj. Kapasitas penampungan masjid ini dapat menampung hingga 200 ribu jamaah dari satu lantai dasar dan lima lantai di atasnya. Masjid Istiqlal dibangun di atas bekas reruntuhan benteng Prins Frederik benteng milik penjajah belanda yang didirikan di tahun 1873.



5. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten
Masjid ini dibangun dengan karya tangan arsitek Cina bernama Tjek Ban Tjut pada masa pemerintahan sultan pertama dari Kesultanan Banten, Sultan Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati di tahun 1560. Atap bangunan masjid ini menyerupai pagoda.
Untuk menara masjid yang tingginya 24 meter itu dibangun oleh arsitek Belanda Hendrik Lucasz Cardeel. Menara tersebut berada di sisi timur dan menjadi tempat wisata karena keunikan bentuk bangunannya. Cardeel juga membangun bangunan khusus di sisi selatan masjid yang dulu digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan berdiskusi. Selain itu di sisi utara dan selatan masjid ini terdapat makam kuno para sultan Banten dan keluarganya 

6. Masjid Agung Cirebon
 Masjid Agung Cirebon
Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Agung Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Pembangunannya diprakarsai oleh Sunan Gunung Jati dan dengan karya arsitek Sunan Gunung Kalijaga. Pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1480 yang pada masa itu adalah masa penyebaran agama Islam oleh para Wali Songo.
Masjid Agung beada di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat. Uniknya masjid ini mempunyai sembilan pintu untuk masuk ke ruangan utama. Sembilan pintu tersebut melambangkan kesembilan Wali Songo. Selain itu masjid Agung Cirebon juga dikenal dengan nama Masjid Sunan Gunung Jati.

7. Masjid Menara Kudus
Masjid Menara Kudus
Sesuai dengan namanya masjid ini dibangun oleh salah satu Wali Songo yaitu Sunan Kudus tahun 1549 di kota Kudus. Batu pertama pembangunannya batu yang berasal dari Baitul Maqdis, dari Palestina. Bentuk menara yang mirip dengan bentuk candi ini menunjukkan percampuran pengaruh kebudayaan agama Hindu dan Budha. Ini merupakan cara Sunan Kudus menyampaikan ajaran agama Islam kepada penganut agama Hindu dan Budha pada masa itu agar lebih mudah untuk diterima. Uniknya lagi menara masjid ini dibangun tanpa menggunakan semen sebagai perekatnya dan juga dihiasi oleh 32 piring biru yang berhiaskan lukisan.

8. Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak
Pendirian masjid ini dilakukan oleh Raden Patah yang merupakan raja pertama dari Kesultanan Demak, beserta para Wali Songo di tahun 1466 dan pembangunannya selesai tahun 1479. Bangunan induk masjid ini ditopang oleh empat tiang utama yang bernama saka guru. Uniknya, salah satu dari tiang utama tersebut terbuat dari serpihan kayu, dan dinamakan saka latal.
Di bagian samping masjid ini terdapat Museum Masjid Agung Demak. Museum tersebut menampilkan berbagai koleksi unik masjid yang bersejarah, seperti beduk dan kentongan yang dibuat oleh Wali Songo, kitab tafsir Al-Qur’an Jus 15-30 tulisan tangan Sunan Bonang, sepotong kayu dari saka latal yang diambil oleh Sunan Kalijaga, dan lain sebagainya.

9. Masjid Sunan Ampel
10 Masjid Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia
Masjid bersejarah ini juga dibangun oleh salah satu Wali Songo yaitu Sunan Ampel di tahun 1421. Beliau bersama dua sahabatnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji yang mendirikan Masjid Ampel. Luas bangunan kurang lebih 2 km persegi. Memiliki keunikan berupa 16 tiang kayu setinggi 17 meter dengan diameter 60 cm. Tiang-tiang dari kayu jati itu tidak terbuat dari sambungan kayu dan sampai sekarang tidak diketahui bagaimana cara mendirikan tiang tersebut.
Sampai saat ini kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, lokasi Masjid Sunan Ampel, tiap harinya dipenuhi oleh wisatawan yang berziarah ke makam Sunan Ampel yang berada di sekitar halaman masjid. Selain itu di kompleks pemakaman masjid itu juga terdapat makam salah satu pahlawan nasional, KH Mas Mansyur.

10. Masjid Kotagede Yogyakarta
Masjid Kotagede Yogyakarta
Masjid Kotagede adalah masjid bersejarah dan tertua di Yogyakarta. Didirikan oleh Sultan Agung, Raja kerajaan Mataram, pada tahun 1640. Pembangunan masjid ini ini dikerjakan dengan bergotong-royong melibatkan pekerja beragama Hindu dan Budha, sehingga arsitektur bangunan masjid ini terlihat pengaruh bangunan Hindu dan Budha. Awalnya, Masjid Kotagede hanya seluas 100 meter persegi, namun Paku Buwono X memperluas bangunan masjid ini hinga mencapai 1.000 meter persegi. Uniknya di bulan Ramadhan di Masjid ini sholat tarawih dilakukan pada saat jam 24.00.
Itulah 10 peninggalan masjid bersejarah yang ada di Indonesia. Semoga bermanfaat.

read more

trdaisi islam masyarakat banjar

Baayun, Tradisi Masyarakat Banjar Orang Banjar dahulu mempunyai pamali atau pantangan dengan menyatakan jangan maayun anak dekat kuburan nanti kapidaraan….seharusnya di masjid agar anak yang diayun hatinya terpaut dengan masjid….
Tradisi Baayun hanya dapat ditemukan di Kalimantan Selatan yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal ( bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Baayun asal katanya “ayun’ yang diartikan “melakukan proses ayunan”. Bayi yang mau ditidurkan dalam ayunan biasanya akan diayun oleh ibunya, sedangkan asal kata maulid berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, baayun maulid diartikan sebagai kegiatan mengayun bayi atau anak sambil membaca syair maulid atau bersamaan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Orang Banjar, kadang menyebut maulid dengan sebutan mulud, sehingga disebut baayun mulud atau ayun mulud.
Selain Kuin Utara Banjarmasin, tradisi baayun maulid juga biasa dilakukan di Masjid Jami Teluk Dalam Banjarmasin, dan di Masjid Al Mukarramah desa Banua Halat Kiri, Kecamatan Tapin Utara Kabupaten Tapin. Perbedaannya adalah jika di Teluk Dalam dan di Banua Halat bertempat di masjid, maka di Kuin Utara mengambil tempat di areal komplek pekuburan yakni Komplek Makam Sultan Suriansyah.
Untuk prosesi Baayun mauled kemarin, sebanyak 135 peserta sebagian besar anak-anak mengikuti prosesi tradisi “Baayun” ini. Acara digelar di halaman Makam Pangeran Suriansyah Kota Banjarmasin ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.
Ikut pula dalam prosese tradisi tersebut antara lain Wali Kota Banjarmasin, Haji Muhidin, Wakil Wali Kota setempat, Irwan Anshari, serta Komandan Kodim 1007 Letkol Inf Bambang Sujarwo.
Tradisi tahunan dengan mengayunkan anak pada bulan Maulud ini bertujuan agar sang anak jika sudah besar nanti menjadi orang yang sehat berbakti kepada orang tua, serta dapat mengikuti ketauladanan Nabi Muhammad SAW.
Yang menarik, sambil mengayun ayunan sang buah hati, si ibu berdendang dengan bershalawat nabi. Seakan mengerti sedang didendangkan, anak-anak tak satupun dari balita yang merengek apalagi menangis. bahkan sebagian besar bisa tertidur pulas.
Ayunan yang digunakan dalam Ba’ayun tergolong unik, yakni menggunakan kain yang dihiasi janur pohon nipah, janur pohon kelapa serta janur pohon enau. Janur dibentuk mirip tangga puteri, tangga pangeran, payung singgasana, patah kangkung, kambang sarai, gelang-gelang serta hal-hal lain yang berkenaan dengan aksesoris kerajaan. Jika proses Ba’ayun Maulud selesai, ayunan yang juga dihiasi aneka buah seperti pisang, kue cincin dan uang pecahan, bisa mereka bawa pulang.
Tak hanya para balita yang ikut dalam Ba’ayun Maulud ini, sejumlah ibu-ibu lanjut usia juga tidak sungkan diayun menggunakan kain kuning, kain kramat suku Banjar.
Selain itu, mereka yang ikut dalam tradisi Ba’ayun Maulud ini biasanya kaum ibu yang sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai keturunan. dengan Ba’ayun Maulud mereka berherap bisa mendapatkan keturunan yang soleh dan solehah.
Apa itu Baayun ?
Prosesi maayun anak pada tradisi baayun maulid sesungguhnya menggambarkan adanya akulturasi budaya antara unsur kepercayaan lama dan Islam. Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah dilaksanakan ketika masyarakat masih menganut kepercayaan nenek moyang (ancestor worship).
Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan Kaharingan. Dalam perkembangannya, upacara maayun anak mengalami akulturasi dengan agama Hindu dan Islam. Hal tersebut dapat dibedakan dari: (a) maksud dan tujuan upacara; (b) Pelaksanaan upacara; (c) Perlengkapan upacara; (d) Perlambang atau simbolika yang dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan Kaharingan, Hindu, dan Islam.
Berdasarkan tradisi asalnya, tata cara maayun anak dalam upacara baayun maulid sebenarnya berasal tradisi bapalas bidan sebagai sebuah tradisi yang berlandaskan kepada kepercayaan Kaharingan. Dan ketika agama Hindu berkembang di daerah ini maka berkembang pula budaya yang serupa dengan baayun anak yakni baayun wayang (didahului oleh pertunjukan wayang), baayun topeng (didahului oleh pertujukan topeng) dan baayun madihin (mengayun bayi sambil melagukan syair madihin).
Ketika Islam masuk dan berkembang, upacara bapalas bidan tidak lantas hilang, meski dalam pelaksanaannya mendapat pengaruh unsur Islam. Menurut Alfani Daud (1997) seorang bayi yang baru lahir dinyatakan sebagai anak bidan sampai dilaksanakannya upacara bapalas bidan, yakni suatu upacara pemberkatan yang dilakukan oleh bidan terhadap si bayi dan ibunya.
Selain dilaksanakan oleh masyarakat Banjar yang tinggal di perdesaan, upacara bapalas bidan juga dilaksanakan oleh orang Dayak Meratus. Setelah bayi lahir, orang Dayak Meratus kemudian melaksanakan upacara bapalas bidan, yakni memberi hadiah (piduduk) berupa lamang ketan, sumur-sumuran (aing terak), beras, gula dan sedikit uang kepada bidan atau balian yang menolong. Biasanya sekaligus pemberian nama kepada sang bayi. Termasuk nantinya saat anak sudah mulai berjalan (turun) ke tanah dari rumah (umbun) juga dengan upacara mainjak tanah, tetap dipimpin oleh balian.
Pelaksanaan bapalas bidan, biasanya dilakukan ketika bayi berumur 40 hari. Bapalas bidan selain dimaksudkan sebagai balas jasa terhadap bidan, juga merupakan penebus atas darah yang telah tumpah ketika melahirkan. Dengan pelaksanaan palas bidan ini diharapkan tidak terjadi pertumpahan darah yang diakibatkan oleh kecelakaan atau perkelahian di lingkungan tetangga maupun atas keluarga sendiri. Karena menurut kepercayaan darah yang tumpah telah ditebus oleh si anak pada upacara bapalas bidan tersebut.
Pada upacara bapalas bidan ini si anak dibuatkan buaian (ayunan) yang diberi hiasan yang menarik, seperti udang-udangan, belalang dan urung ketupat berbagai bentuk, serta digantungkan bermacam kue seperti cucur, cincin, apam, pisang dan lain-lain.
Kepada bidan yang telah berjasa menolong persalinan itu diberikan hadiah segantang beras, jarum, benang, seekor ayam (jika bayi lahir laki-laki, maka diserahkan ayam jantan dan jika perempuan diberikan ayam betina), sebiji kelapa, rempah-rempah dan bahan untuk menginang seperti sirih, kapur, pinang, gambir, tembakau dan berupa uang.
Karena memang berasal dari tradisi pra-Islam, maka di antara perlengkapan baayun maulid seperti ayunan dan piduduk mempunyai persamaan dengan perlengkapan langgatan pada acara tradisional aruh ganal yang yang dilaksanakan orang Dayak Meratus.
Ketika Islam datang ke daerah ini, acara bapalas bidan dan maayun anak tidak dilarang, hanya kebiasaan yang tidak sesuai sedikit demi sedikit ditinggalkan. Begitupula berbagai perlengkapan, maksud dan tujuan, dan perlambang (simbolika) juga disesuaikan atau diisi dengan nilai-nilai Islam. Maayun anak kemudian dilaksanakan bersama-sama di mesjid bersamaan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad Saw.
Mengapa Harus di Mesjid?
Dibanding baayun maulid yang diselenggarakan di Kuin, tradisi baayun maulid di masjid Banua Halat sudah berlangsung lama, sejak ratusan tahun silam. Meski para ulama sepakat bahwa peringatan maulid nabi tidak pernah dilaksanakan di masa Nabi Muhammad Saw masih hidup, generasi sahabat, dan bahkan masa tiga generasi sesudahnya, namun umat muslim melaksanakannya sebagai pencerminan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya atas kelahiran Nabi Muhammad Saw yang membawa rahmat bagi sekalian alam. Adanya puji-pujian dan shalawat yang menyertai peringatan maulid nabi merupakan sebuah simbol akan kecintaan kepada nabi dan sekaligus harapan umat Islam yang selalu mengenang, meneladani kehidupan, dan mengharap syafaat dari Rasulullah kelak di yaumil akhir kelak.
Terlepas dari motif masing-masing peserta baayun yang nota bene diikuti oleh orang-orang tua, maka maksud maayun anak bersamaan dengan peringatan maulid nabi adalah untuk membesarkan nabi sekaligus berharap berkah atas kemuliaan Nabi Muhammad Saw, disertai doa agar sang anak yang diayun menjadi umat yang taat, bertakwa kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta kehidupannya sejak kecil maupun dewasa hatinya selalu terpaut untuk selalu sholat berjamaah di masjid. (Adrial – Berbagai Sumber )

read more

tradisi islam di pulau jawa

Tradisi Jawa yang bernafaskan Islam – Penduduk nusantara sebelum Islam datang sudah memiliki kepercayaan, yaitu animisme, dinamisme, Hindu, Dan Budha. Pada zaman itu penduduk Indonesia dalam melaksanakan kepercayaannya menggunakan seni sebagai bentuk upacaranya.
Melihat kenyataan di masyarakat nusantara seperti itu maka para da’i (penyebar agama Islam) menggunakan strategi dakwahnya melalui seni dan budaya upacara mereka. Tujuannya supaya agama Islam dapat dengan mudah diterima oleh mereka berdasarkan adat budayanya tanpa menghilangkan adat upacara sesuai dengan agama dan kepercayaan.
Tradisi Jawa yang bernafaskan Islam – Dengan meneladani sikap para wali, sebagai perintis agama Islam Nusantara hindaknya kita bersikap yang positif dan selektif terhadap langkah yang diambil oleh para wali, kita bisa melihat bagian mana yang termasuk menyimpang dari ajaran Islam dan mana yang tidak.
Bagian upacara kebudayaan yang mengandung unsur syirik kita luruskan tidak harus dilarang semuanya. Dengan demikian seni budaya dan upacara adat nusantara masih tetap lestari dan berkembang sampai sekarang  dan jauh dari unsur syirik atau menyimpang dari ajaran agama Islam.
Contoh tradisi suku Jawa
Di suku Jawa, khususnya Jawa Tengah terdapat contoh-contoh adat atau tradisi yang bernafaskan Islam, antara lain :
1. Upacara Sekaten dan Grebeg Maulid Nabi
Tradisi Sekaten dan grebeg Maulid Nabi sudah dilaksanakan sejak pertama penyebaran agama Islam di Jawa. Penyebaran Islam pertama seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga yang mempergunakan instrument musik Jawa gemelan sebagai sarana untuk memikat masyarakat agar menikmati pagelaran seni karawitan.
Untuk pagelaran tersebut mempergunakan dua perangkat gamelan yang memiliki suara merdu, dinamakan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu.
Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi yang diselenggarakan pada tanggal 5 sampai 12 Rabiul Awal. Kata sekaten berasal dari bahasa Arab yaitu syahadatain. Upacara ini dimulai dengan membunyikan gamelan kraton bertalu-talu.
Suara gamelan tersebut secara filosofis berbunti : ning, nong, neng, gung, ndang-ndang deng, ndang-ndang dong. Oleh Sunan Bonang, komposisi suara gamelan tersebut diartiken : “ati kang bening mesti oleh kenongan, hawa nafsu kudu meneng, ben agung, mula ndang deng = masuk masjid, ndang-dang dong = biar faham (mudheng)”. Dahulu yang melakukan adalah Sunan Kalijogo untuk berdakwah.
Pada umumnya masyarakat berpartisipasi ikut merayakan hari kelahiran Muhammad ini, dan dipercaya akan memperoleh pahala dan dianugerahi awet muda. Setelah masyarakat datang dan menonton, maka dimulai pembacaan basmalah dan ucapan syahadatain yang sekarang disebut sekaten.
Ucapan syahadat sebagai pertanda taat kepada ajaran agama Islam. Setiap tanggal 5 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dari bangsal Sri Mangantri ke bangsal Pancaniti, dan sore harinya mulai dibunyikan antara pukul 23.00 sampai pukul 24.00 WIB.
Upacara sekaten merupakan upacara keagamaan yang diadakan di keraton Jogjakarta dan keraton Surakarta secara bersamaan. Upacara ini menurut sejarahnya digunakan oleh Hamengkubuwono I pendiri keraton jogjakarta untuk mengikuti kegiatan peringatan Mulud dan memeluk agam Islam.
Tahapan pelaksanaan sekaten
Pada hari pertama upacara dimulai pada malam hari dan diiringi oleh barisan punggawa keraton bersama-sama dengan dua set gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu. Iring-iringan ini dimulai dari pendapa Pancaniti menuju Masjid Agung di alun-alun dengan dikawal oleh prajurit keraton.
Kyai Nogowilogo ditempatkan di sisi utara masjid Agung dan Kyai Guntur Madu di sisi sebelah selatan masjid. Kedua gamelan ini akan dibunyikan setiap tanggal 11 bulan Mulud selam 7 hari. Pada malam hari terakhir akan dibawa pulang ke dalam keraton.
Acara puncak peringatan sekaten adalah Grebeg Mulud yang diadakan pada tanggal 12 Mulud jam 8.00 WIB dengan dikawal oleh 10 regu prajurit. Setelah grebeg Mulud selesai dilanjutkan upacara Tumplak Wajik.
2. Tumplak Wajik
Tumplak Wajik adalah upacara pendahuluan Grebeg Mulud yang dilakukan di halaman istana Magangan pada pukul 16.00 WIB. Upacara ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan menggunakan kentongan, lumpang untuk menumbuk padi dan semacamnya yang menandai awal dari pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Mulud.
Lagu-lagu yang dimainkan dalam acara Tumplak Wajik adalah lagu Jawa populer seperti Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal awil, atau lagu-lagu rakyat lainnya.
3. Grebeg Mulud
Grebeg Mulud adalah upacara mengarak sedekah raja yang berupa makanan dan buah-buahan dari kediaman raja ke Masjid Agung di depan keraton kemudian diberikan kepada pengunjung atau rakyat. Upacara sekaten dan grebeg ini sering diselenggarakan di kota Surakarta, Yogyakarta, Demak, dan Cirebon.
4. Selikuran
Selikuran berasal dari kata selikur yang dalam bahasa Indonesia berarti 21. Setiap pada tanggal 21 Ramadhan di kota Surakarta dan Yogyakarta diadakan upacara Selikuran untuk menyambut malam lailatul qodar dengan membuat makanan berupa nasi untuk dibagikan kepada masyarakat.
5. Megengan / Dandangan
Acara megengan diselenggarakan di Semarang, bertujuan untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang ditandai dengan pemukulan bedug oleh bupati dan para rakyatnya sebagai tanda jatuhnya tanggal 1 Ramadhan yaitu dimulainya bulan puasa serta melaksanakan kegiatan bersih-bersih. Acara megengan juga dilaksanakan di Kudus dengan nama dandangan.
6. Nyadran
Istilah nyadran berasal dari kata sadran dalam bahasa Jawa yang artinya ziarah, dalam bahasa kawi dari kata sraddha yang artinya upacara peringatan hari kematian seseorang.
Nyadran adalah tradisi Jawa yang bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka, dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka. Di daerah lain nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara), kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzuhur.
7. Lebaran ketupat
Lebaran ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.
Ketupat sendiri mengandung arti menawi lepat nyuwun pangapunten, artinya : jika ada salah minta ma’af. Lebaran ini juga dilaksanakan masyarakat muslim di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

read more

sejarah tradisi islam nusantara


A. Seni Budaya Lokal sebagai Bagian dari Tradisi Islam
Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut agama Hindu dan Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat. Para muballigh berpendapat bahwa agar bisa diterima oleh masyarakat setempat, Islam harus menyesuaikan diri dengan budaya lokal  maupun kepercayaan yang sudah dianut dengan tidak menyimpang dari ajaran Islam.Selanjutnya terjadi proses akulturasi (percampuran budaya). Proses ini menghasilkan budaya baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena itu proses akulturasi budaya Islam dengan budaya setempat di setiap daerah terdapat  perbedaan.





1. Sumatera
Budaya yang sudah mengakar di Sumatera adalah budaya Melayu berupa kesusasteraan. Akulturasi antara dua budaya tersebut menimbulkan kesusasteraan Islam. Sehingga para ulama disamping sebagai pendidik agama juga dikenal sebagai sastrawan, misalnya Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai), Abdurrauf (Singkil), dan Nuruddin ar Raniri. Ketiga ulama tersebut banyak menulis sastra Melayu yang bercorak tasawwuf.
Beberapa karya besar dari masa ini adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri), Nur al Daqaiq (Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al Raniri). Karya-karya lainnya adalah Taj al Salatin, Hikayat Iskandar Dzulqarnain, Hikayat Amir Hamzah, dan Hilayat Aceh. Karya-karya tersebut sebagian besar berbentuk prosa. Bentuk sastra Melayu lainnya adalah syair dan pantun.
2. Jawa
Sebelum Islam datang, di Jawa terdapat budaya Jawa Kuno sebagai hasil akulturasi dengan budaya India yang masuk bersama agama Hindu dan Budha. Bila dibandingkan dengan budaya Melayu, pengaruh budaya Islam terhadap budaya Jawa lebih kecil.  Hal ini terlihat misalnya pada penggunaan huruf Arab lebih kecil dibanding huruf Jawa, kedua bentuk puisi lebih sering digunakan dibanding prosa. 
Wayang adalah salah satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan diambil dari kitab Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan Islam tokoh-tokoh dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa Islam.
Demikian juga dengan wayang golek di daerah Sunda, cerita-ceritanya merupakan gubahan dari cerita-cerita Islam seperti tentang Amir Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW). 
3. Sulawesi
Meskipun masyarakat Sulawesi baru memeluk Islam pada abad ke-17, namun mereka mempunyai keteguhan terhadap ajaran Islam. Karya budaya mereka yang bersifat Islami banyak berupa karya sastra terjemahan dari karya berbahasa Arab dan Melayu, seperti karya Nuruddin al Raniri. Karya lain yang bersifat asli adalah La Galigo (syair kepahlawanan raja Makassar).
Selain kesenian di atas terdapat pula bentuk kesenian visual (seni rupa) seperti seni kerajinan, seni murni, seni terapan dan ornament (hiasan). Ornament terdapat pada wadah, senjata, pakaian dan buku. Bentuk hiasan pada ornament diambil dari bentuk flora, fauna dan grafis meniru gaya hiasan Arab. Bentuk ornamen pada pakaian diwujudkan melalui teknik batik, sulam dan bordir.
B. Apresiasi Terhadap Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
Setiap daerah dimana Islam masuk sudah terdapat tradisi masing-masing. Ada yang merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi asli yang sudah turun temurun. Seperti halnya di Sumatera, di daerah lainpun para muballigh memilih mempertahankannya namun meberikan warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh adapt kesukuan di Indonesia yang bernuansa Islam :
1. Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan beberapa suray dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). 
Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau nasi dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
2. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan pula pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari keraton ke halaman masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awwal.
Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi sekaten.
3. Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awwal ini Sri Sultan beserta pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan pembacaan pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama.
4. Takbiran
Takbiran dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung (takbir keliling). 
5. Muludan
Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan Muludan. Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk membangkitkan semangat pasukan Muslim pada perang Salib. Peringatan maulid Nabi sebenarnya tidak diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama semata.
Di Indonesia peringatan ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai rakyat di desa. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan riwayat Nabi (Barzanji) maupun kegiatan lainnya seperti perlombaan.
6. Tabut/Tabuik
Dilaksanakan pada hari Asyura (10 Muharram) untuk memperingati pembantaian Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rasulullah) oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbela. Dilakukan dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir pantai kemudian dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka macam hidangan makanan.
Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di daerahh Pariaman (Sumatera Barat) dan Bengkulu.
7. Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al Quran (Kitabullah). Adat Minangkabau kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basandi syara, syara basandi Kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Allah).  
C. Rangkuman.
1.    Masuknya Islam di Indonesia mengakibatkan akulturasi (perpaduan budaya) dengan budaya asli.
2.    Budaya lokal Sumatera berupa kesusasteraan, ulama yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai), Abdurrauf Singkil, dan Nuruddin ar Raniri.
3.    Budaya Jawa berupa wayang kulit dengan materi cerita Islam.
4.    Budaya dan seni Islam Sulawesi merupakan saduran dari karya ulama Sumatera.
5.    Tradisi dan upacara adat kesukuan Islami yang berlangsung sampai saat ini adalah tahlilan, sekaten, gerebeg Maulud, takbiran, Muludan, Tabuik.

read more